Our Blogger Templates Web Design

Selasa, 07 Juni 2011

PADA SEBUAH KERETA


Lelaki kecil itu meringkuk menahan dinginnya malam dari jendela kereta yang tak berkaca menghempaskan tubuh mungil itu diantara desakan penumpang kereta yang mulai terlelap dalam genggaman mimpi-mimpi malam. Kereta malam itu terus berjalan meninggalkan setiap kenangan yang telah dilaluinya bahkan bunyi roda-roda kereta yang beradu dengan bantalan rel menimbulkan nada-nada syahdu turut mengiring perjalanan  itu.
Lelaki kecil itu kini tertidur dengan rasa lapar dan dahaga yang tak lagi dihiraukannya. Badannya pun masih terus menggigil. Lelaki kecil itu hanya bisa terkulai karena tak hanya tenaganya yang telah melemah namun bathinnya pun sedang  terluka.
            Hanya Tuhan lah yang tahu betapa berat beban yang harus di pikulnya sehingga memaksanya untuk pergi dan berlari dari semua yang sesungguhnya tak pernah dikehendakinya. Keluarganya yang seharusnya menjadi tumpuan hidupnya, sebagai tempat keluh kesah dan sebagai tempat bernaung dan berlindung tak pernah ia dapatkan. Kasih sayang yang orang lain dapatkan dari keluarganya hampir-hampir tak pernah ia rasakan.
            Tiga hari sebelum kepergiannya itu dia tinggal di sebuah rumah kerabatnya yang selama ini mengerti bagaimana keadaan dan perasaan yang telah dia alami selama ini. Walaupun dia berteguh ingin pergi namun masih keinginan dalam benak kan ada keluarganya yang akan mencarinya sebagai tanda kalaulah dia masih diharapkan keberadaannya didalam  keluarganya. Dan sampai saat dia pun harus pergi tak ada dari keluarganya yang mencarinya semenjak kepergiannya itu, ini menandakan  bahwa ternyata memang sudah tak ada lagi yang berharap akan kehadirannya kembali dalam keluarga itu.
           Dengan berbekal seadanya dia memberanikan diri untuk pergi dari rumah ke sebuah desa dimana neneknya tinggal. Tak ada harapan yang dia inginkan selain pergi dari setiap mimpi-mimpi buruknya walapun dia tak pernah tahu apa yang akan terjadi esok pagi seandainya semua tak sesuai dengan harapannya. Dia ingin pergi sejauh mungkin meninggalkan semua cita-citanya yang telah ayahnya hancurkan menjadi kepingan-kepingan mimpi buruk hingga dia tidak pernah lagi punya cita-cita sebagaimana harapan-harapan indah untuk anak-anak seusianya.
            Sesungguhnya prahara demi prahara yang timbul dalam hidupnya berawal dari perlakuan kasar ayahnya terhadap ibu, dia, dan saudara-saudaranya. Karena perlakuan kasar dan keegoisan ayahnya itulah mengakibatkan dia harus terpisah dari ibu dan saudara-saudaranya disaat dia masih sangat membutuhkan perhatian dan kasih sayang seorang ibu.
Ayah dan ibunya telah berpisah sejak dia masih kecil, sehingga pada saatnya diapun harus di asuh oleh seorang ibu tiri. Ibu tiri tetaplah seorang ibu tiri yang kadang tidak setulus hati memberikan perhatian dan kasih sayangnya sebagaimana ibu kandung. Bertahun-tahun dia harus bertahan karena keterbatasan dan ketidakmampuan nya untuk pergi dari semua kenyataan hidupnya. Sering kali dia merasa sangat kesepian tatkala melihat kebahagiaan yang orang lain rasakan. Air matanya pun kini seakan telah mengering karena banyaknya duka yang dia telah rasakan. Sedih, tangis, serta kerinduan-kerinduannya telah menjadi bagian yang mengisi jalan hidupnya yang panjang dan tak menentu.
           Karena perasaan yang tak pernah menentu itulah dia mencoba untuk menentukan langkahnya sendiri walau pun dia sendiri tak  yakin akankah ada hari esok mentari kan menyinari harinya atau kah tetap menjadi malam-malam panjang tanpa bulan dan bintang seperti hari-hari kemarin yang kini telah memaksanya ada disudut pada sebuah kereta
      Walaupun derita kerap melanda kehidupannya, namun sebagaimana anak-anak seusianya  dia pun  masih mempunyai keinginan yaitu menjadi seekor kupu-kupu.

bersambung......

Tidak ada komentar:

Posting Komentar