Wajar bahwa setiap manusia menginginkan kesempurnaan dalam dirinya bagi orang lain dengan cara mengkritik namun yang disayangkan adalah terkadang kritik yang kita sampaikan bukan menambah kebaikan pada orang lain tapi malahan membuat orang tidak suka karena pedasnya kritik yang kita sampaikan, sedang kita tidak pernah menuntut kesempurnaan dalam diri kita sendiri atau dengan kata lain kita tidak berusaha untuk menuju kesempurnaan itu dengan usaha kita sendiri. Ada kalanya juga justru kesempurnaan tersebut kita coba tuntut dari orang lain atau memaksakan keberhasilan yang kita anggap sebuah kesempurnaan yang tidaklah seberapa kepada orang lain.
Sebagai contoh kita sebagai orang tua kerap kali tergoda untuk mengeritik anak-anak mereka. Anda mengharapkan saya untuk berkata "Jangan". Tetapi saya tidak akan berkata begitu. Saya hanya mengatakan, "Sebelum Anda mengkritik mereka, bacalah salah satu artikel klasik dalam jurnalismeAmirika berjudul, Father Forgets ( Ayah Lupa )." Karangan itu semula muncul sebagai tajuk rencana di majalah people's home journal. Dan berikut ini adalah kutipan dari ringkasan yang di muat di Readers's Digest
Di bawah ini sebuah contoh paparan sederhana yang mungkin dapat menggugah pemikiran kita bahwa kita tidak seharusnya menuntut kesempurnaan pada orang lain karena setiap insan telah memiliki kesempurnaannya sendiri-sendiri tanpa harus kita tuntut dari kita maupun memaksakan kehendak kita demi kesempurnaan yang orang lain miliki. Paparan sederhana karya dari W. Livingston Larned yang sengaja saya kutip dari buku karya Dale Carnigie yang berjudul "Petunjuk Menikmati Hidup Dan Pekerjaan Anda". Karangan ini juga telah direproduksi di ratusan majalah umum maupun buletin serta koran di seluruh Amerika. Karangan ini juga diterjemahkan dalam banyak bahasa. Cukup aneh, penerbitan kampus dan sekolah menengah telah mempergunakannya. Coba baca ini :
Sebagai contoh kita sebagai orang tua kerap kali tergoda untuk mengeritik anak-anak mereka. Anda mengharapkan saya untuk berkata "Jangan". Tetapi saya tidak akan berkata begitu. Saya hanya mengatakan, "Sebelum Anda mengkritik mereka, bacalah salah satu artikel klasik dalam jurnalismeAmirika berjudul, Father Forgets ( Ayah Lupa )." Karangan itu semula muncul sebagai tajuk rencana di majalah people's home journal. Dan berikut ini adalah kutipan dari ringkasan yang di muat di Readers's Digest
Di bawah ini sebuah contoh paparan sederhana yang mungkin dapat menggugah pemikiran kita bahwa kita tidak seharusnya menuntut kesempurnaan pada orang lain karena setiap insan telah memiliki kesempurnaannya sendiri-sendiri tanpa harus kita tuntut dari kita maupun memaksakan kehendak kita demi kesempurnaan yang orang lain miliki. Paparan sederhana karya dari W. Livingston Larned yang sengaja saya kutip dari buku karya Dale Carnigie yang berjudul "Petunjuk Menikmati Hidup Dan Pekerjaan Anda". Karangan ini juga telah direproduksi di ratusan majalah umum maupun buletin serta koran di seluruh Amerika. Karangan ini juga diterjemahkan dalam banyak bahasa. Cukup aneh, penerbitan kampus dan sekolah menengah telah mempergunakannya. Coba baca ini :
" AYAH LUPA "
W. Livingston Larned
W. Livingston Larned
Dengarlah anakku: saya mengatakan hal ini sewaktu kau terbaring tidur. Dipipimu ada bekas cakaran kecil dan di dahimu yang lebar tersempil rambut keritingmu yang basah.
Saya diam-diam memasuki kamarmu. beberapa saat tadi, sewaktu saya membaca koran di perpustakaan, tiba-tiba saya dirasuki rasa penyesalan yang besar. Dengan rasa bersalah tadi, saya mendekati ranjangmu.
Dalam benakku berkecamuk pikiran: saya bertindak kasar terhadapmu, Anakku. Saya membentakmu sewaktu kau memakai pakaian mau sekolah karena kau hanya cuci muka saja. Saya hukum kau karena tidak membersihkan sepatumu. Saya marah-marah sewaktu kau berantakkan barang-barangmu dilantai.
Pada waktu sarapan saya mendapatkan kesalahan juga. Kau berantakan benda-benda. Kau cecer-cecerkan makananmu. Kau taruh dagumu di meja. Keju yang kau taruh di roti terlalu tebal. Dan sewaktu kau berangkat main dan saya mau berangkat kerja naik kereta api, kau membalik, melambaikan tangan dan berseru, "Hati-hati, ya, pak !" Dahiku berkerut, lalu menjawab,"Hayo, sana!"
Siang hari mulai lagi seperti itu. sewaktu saya sampai dijalan, saya awasi kau sedang bermain gundu (kelereng) sampai berlutut. Kaus kakimu berlubang-lubang. Kau kurendahkan di depan teman-temanmu dengan menyuruhmu berjalan pulang didepanku. "Kaus kaki itu mahal, dan andaikan kau membelinya dengan uangmu sendiri, kau pasti lebih berhati-hati ! Nak, ingat bahwa itu dari seorang bapak!"
Ingatkah kau, sewaktu aku membaca di perpustakaan setelah itu, kau datang ketakutan, dan wajahmu seolah-olah terluka perasaanmu? Sewaktu saya sibuk membaca, kau ragu-ragu di pintu. "Mau apa, hei?" sergahku.
Kau tidak berkata apa-apa, tetapi lalu menghambur dan merangkulku kuat-kuat lalu menciumku. Tangan mungilmu merengkuh denga kelembutan yang di berikan oleh Tuhan sendiri di hatimu, yang bahkan tidak bida di acuhkan oleh mereka yang tidak punya perhatian sama sekali. Dan kemudian kau pergi, naik ke lantai atas.
Tak lama sesudahnya, Nak, koranku terjatuh dan tiba-tiba saya cemas sekali. Kebiasaan apa yang telah merasuki diriku? Kebiasaan mencari-cari kesalahan, memaksa. Inilah hadiahku kepadamu sebagai anak lelaki. Itu buakn karena aku tak mencintaimu; melainkan saya mengharap terlalu banyak terhadap masa muda. Saya mengukur dirimu dengan ukuran yang berlaku pada masa saya.
Dan ada demikian banyak yang bagus dan lebut serta benar dalam perwatakkanmu. Hatimu yang kecil ternyata mencakup luas sekali, seluas cakrawala. Ini ternyata ketika kau secara spontan bergegas lari dan menciumku sebagai ucapan selamat tidur. Malam ini hanya kau yang kupikirkan, Nak. Saya telah berada disisi ranjangmu dalam kegelapan, dan saya berlutut disitu, malu pada diriku sendiri!
Ini memang pengesalan yang lemah; saya tahu kau tidak akan pernah mengerti ini semua kalau kukatakan kepadamu.Tetapi besok saya akan sungguh-sungguh menjadi seorang ayah! Saya akan berpada denganmu, menderita bila kau menderita dan tertawa jika kau tertawa. Lidahku akan kutahan, kalau ada kata-kata yang kurang sabar. Saya akan terus mengucapkan bagai dalam ritus: "Ia masih anak-anak, Anak kecil!"
Saya khawatir jangan-jangan telah memperlakukanmu sebagai seorang dewasa. Namun ketika aku memandangimu sekarang, Anakku, tidur meringkuk dan nampak lelah di balik selimutmu, aku menyadari bahwa kau masih kanak-kanak. Kemarin kau masih di gendong ibumu, kepalamu dibahunya, saya menuntut terlalu banyak, terlalu banyak.
Dari contoh karangan diatas dapat disimpulkan bahwa daripada mencerca orang lebih baik kita mencoba memahami mereka. Coba bayangkan mengapa mereka begitu, itu lebih memberikan manfaat banyak sekali dan lebih menarik daripada kritik. Sikap itu menimbulkan sikap simpati, toleransi, dan kebaikan, "Mengetahui semuanya adalah memaafkan semuanya".
Pada waktu sarapan saya mendapatkan kesalahan juga. Kau berantakan benda-benda. Kau cecer-cecerkan makananmu. Kau taruh dagumu di meja. Keju yang kau taruh di roti terlalu tebal. Dan sewaktu kau berangkat main dan saya mau berangkat kerja naik kereta api, kau membalik, melambaikan tangan dan berseru, "Hati-hati, ya, pak !" Dahiku berkerut, lalu menjawab,"Hayo, sana!"
Siang hari mulai lagi seperti itu. sewaktu saya sampai dijalan, saya awasi kau sedang bermain gundu (kelereng) sampai berlutut. Kaus kakimu berlubang-lubang. Kau kurendahkan di depan teman-temanmu dengan menyuruhmu berjalan pulang didepanku. "Kaus kaki itu mahal, dan andaikan kau membelinya dengan uangmu sendiri, kau pasti lebih berhati-hati ! Nak, ingat bahwa itu dari seorang bapak!"
Ingatkah kau, sewaktu aku membaca di perpustakaan setelah itu, kau datang ketakutan, dan wajahmu seolah-olah terluka perasaanmu? Sewaktu saya sibuk membaca, kau ragu-ragu di pintu. "Mau apa, hei?" sergahku.
Kau tidak berkata apa-apa, tetapi lalu menghambur dan merangkulku kuat-kuat lalu menciumku. Tangan mungilmu merengkuh denga kelembutan yang di berikan oleh Tuhan sendiri di hatimu, yang bahkan tidak bida di acuhkan oleh mereka yang tidak punya perhatian sama sekali. Dan kemudian kau pergi, naik ke lantai atas.
Tak lama sesudahnya, Nak, koranku terjatuh dan tiba-tiba saya cemas sekali. Kebiasaan apa yang telah merasuki diriku? Kebiasaan mencari-cari kesalahan, memaksa. Inilah hadiahku kepadamu sebagai anak lelaki. Itu buakn karena aku tak mencintaimu; melainkan saya mengharap terlalu banyak terhadap masa muda. Saya mengukur dirimu dengan ukuran yang berlaku pada masa saya.
Dan ada demikian banyak yang bagus dan lebut serta benar dalam perwatakkanmu. Hatimu yang kecil ternyata mencakup luas sekali, seluas cakrawala. Ini ternyata ketika kau secara spontan bergegas lari dan menciumku sebagai ucapan selamat tidur. Malam ini hanya kau yang kupikirkan, Nak. Saya telah berada disisi ranjangmu dalam kegelapan, dan saya berlutut disitu, malu pada diriku sendiri!
Ini memang pengesalan yang lemah; saya tahu kau tidak akan pernah mengerti ini semua kalau kukatakan kepadamu.Tetapi besok saya akan sungguh-sungguh menjadi seorang ayah! Saya akan berpada denganmu, menderita bila kau menderita dan tertawa jika kau tertawa. Lidahku akan kutahan, kalau ada kata-kata yang kurang sabar. Saya akan terus mengucapkan bagai dalam ritus: "Ia masih anak-anak, Anak kecil!"
Saya khawatir jangan-jangan telah memperlakukanmu sebagai seorang dewasa. Namun ketika aku memandangimu sekarang, Anakku, tidur meringkuk dan nampak lelah di balik selimutmu, aku menyadari bahwa kau masih kanak-kanak. Kemarin kau masih di gendong ibumu, kepalamu dibahunya, saya menuntut terlalu banyak, terlalu banyak.
Dari contoh karangan diatas dapat disimpulkan bahwa daripada mencerca orang lebih baik kita mencoba memahami mereka. Coba bayangkan mengapa mereka begitu, itu lebih memberikan manfaat banyak sekali dan lebih menarik daripada kritik. Sikap itu menimbulkan sikap simpati, toleransi, dan kebaikan, "Mengetahui semuanya adalah memaafkan semuanya".
Sebagaimana dikatakan Dr. Johnson, "Allah sendiri, tuan, tidak bersedia mengadili manusia sampai pada saat terakhirnya."
Kalau begitu, kenapa saya dan anda harus menghukum orang lain dengan mengkritik?
Saya mohon dan jujur tulisan saya diatas saya sadur dari buku karya Dale Carnigie dengan ditambahkan sedikit tulisan yang saya anggap perlu saya sampaikan. Dan mengapa tulisan ini saya buat? Karena saya menganggap tulisan tersebut penting terutama bagi diri saya sendiri dan semoga dapat pula berguna bagi orang lain demi kebaikan orang-orang terkasih disekitar kita.
Jangan Mengkritik,
Menghukum, dan Mengeluh
Menghukum, dan Mengeluh
Tidak ada komentar:
Posting Komentar