Our Blogger Templates Web Design

Selasa, 12 Juli 2011

SI MATA SERIGALA

      Malam kian larut menjelang pagi, Bumi pun masih enggan melepaskan selimut kabut tebalnya  tatkala dingin menusuk setiap ruas tulang demi menyongsong datangnya sang Mentari yang kan menghangatkan seluruh isi dunia. Anak kecil itu masih saja bergelut sendiri dalam dunia yang diciptakan bukan untuk dirinya. Matanya menatap nanar bagaikan mata serigala malam tengah mengintai mangsa. Mlaang benar nasibanak kecil itu yang harus berjuang sendiri menentukan nasib keluarganya di saat anak-anak sebayanya sedang terlelap dalam pelukan mimpi tentang mentari yang kan bersinar esok pagi.
       Dengan pakaian compang-camping seadanya dan wajah yang sedikit memelas dia dekati orang-orang yang sesekali melintas di tengah hiruk-pikuknya dunia malam sebuah komplek hiburan di bagian barat Jakarta yang menjadi tempat nya mengadukan nasib. Ia tengadahkan tangan pada setiap orang yang ditemuinya demi harapan-harapan yang tak pernah dia rasakan sepenuhnya. Dia lakoni sandiwara-sandiwara palsu demi belaskasihan. Inikah nasib yang mesti dijalaninya ataukah takdir yang telah ditentukan Tuhan yang harus dihadapinya...? Mungkinkah ini hanya menjadi penggalan kisah atau akan menjadi sebuah keabadian yang panjang..? Dan sampai kapankah akan berakhir...? Sungguh tragis nasib anak sekecil itu tanpa ada yang bisa dan sanggup menolongnya.
            Sementara itu dipojok sebuah taman  tepat didepan toko pakaian yang sudah tutup sejak sore tadi tampak seorang perempuan paruh baya dengan perawakan sedikit gemuk tengah bercanda dengan perempuan-perempuan lain sebayanya. Sesekali matanya menatap tajam kearah anak kecil tadi dengan berharap-harap cemas semoga anaknya mendapatkan apa yang sedari tadi dinantikannya. Perempuan yang ternyata tidak lain adalah ibu dari anak kecil itu. Aku jadi tidak habis pikir mengapa semua itu bisa terjadi dimana kondisa yang sangat bertolak belakang dengan apa yang seharusnya terjadi. Dimanakah peran orang tua yang semestinya mampu memberikan apa yang menjadi tanggung jawabnya dan tidak semestinya dilimpahkan begitu saja pada anak itu. entah disadari atau tidak dia telah menciptakan kenistaan pada anaknya dan menghancurkan mentalnya yang semestinya terkokohkan dengan pendidikan yang menjadi haknya. Aku pun tak tahu apa semua ini terimbas dari kemiskinan yang terlanda atau penyakit jiwa yang di katakan dengan  kemalasan berusaha dan bekerja

Tidak ada komentar:

Posting Komentar