Our Blogger Templates Web Design

Selasa, 17 Mei 2011

CERITA SEORANG SAHABAT


 “Terus aku harus bagaimana ?” Tanya sahabatku penuh harap. Itulah sepenggal kalimat tanya yang dia lontarkan padaku sesaat setelah dia ceritakan tentang apa yang terjadi padanya. Ia ceritakan padaku tentang pertemuannya dengan seorang gadis yang mampu membuatna jatuh hati, tentang seseorang yang mampu membuatnya bermimpi indah.
Pertemuan yang tak disangka berawal saat dia pulang kampung sekedar untuk menjenguk orang tuanya yang dikabarkan sakit. Awalnya dia menyangka gadis itu hanyalah seorang pembantu dalam rumah tangga orang tuanya karena karena tak pernah ada dalam keluarganya seorang wanita selain ibunya, ternyata dia hanya seorang yang sengaja kost di rumah orang tua karena urusan sekolah agar lebih mudah dalam menyelesaikan. Sebenarnya tak banyak cerita yang terjalin antara mereka berdua selain hanya diam seribu bahasa dengan prasangka-prasangka yang ada dalam diri mereka berdua. Namun entah angina apa yang telah berhembus dihati mereka sehingga ada perasaan aneh yang terjalin antara mereka. Adakah angina yang berhembus sedemikian kencang sehingga mampu menggoyahkan kesetiaan mereka terhadap pasangannya ataukah ini hanya takdir Tuhan untuk menguji kesetian mereka dengan mempertemukannya ataukah karena ada rahasia lain yang harus mereka jalani tanpa mereka sadari.
            Namun kenyataannya tidaklah semudah yang diimpi-impikannya. Bayang-bayang indah itu selalu pudar sesaat dia teringat akan kesetiaan dan ketulusan cinta istrinya yang selama ini telah mendampinginya selama belasan tahun ini dan tiga orang anak menjadi gambaran dari buah cinta mereka. Dia sendiri selalu berkeinginan untuk senantiasa menjaga kesetiaan terhadap istri dan anak-anaknya.
            “Berdoalah !”, jawabanku singkat atas pertanyaan yang terlontar dari mulutnya tadi. “Berdoalah dengan segala kebaikan doa. Yakinlah Allah SWT akan menolong kita menyelesaikan masalah yang kita hadapi. Sehingga kita akan tahu jawaban dari setiap pertanyaan,” sambungku.
            “Tapi bagaimana dengan keadaanku sekarang ?” tanyanya lagi penuh harap.
            “Hidup haruslah terus berjalan, setiap permasalahan tentu ada resikonya entah itu baik ataupun buruk. Seandainya dia memang yang terbaik untukmu tentu saja akan ada jalan keluarnya, yang jadi permasalahannya sekarang adalah sanggupkah kita untuk mengarungi samudera dengan gelombang yang telah kamu ciptakan sendiri, baik atau buruk akhirnya biarlah waktu yang akan menentukannya.” Jawabku kembali.
            “Tapi aku tak ingin sakit hati.”
            “Tak ada manusia di dunia yang ingin sakit hati namun untuk menepis rasa sakit hati dapatlah kita selalu berpikir positif atas segalanya tentang dia, tentang kebaikannya, tentang senyumnya dan tentang segala keindahan yang ada pada dirinya. Dan yang perlu di ingat adalah untuk tidak terlalu berharap atas dirinya karena kelemahan-kelemahan yang kami miliki sekarang ini.”
            “Aku jadi menyesal kenapa aku harus bertemu dia, kenapa kami di pertemukan di saat seperti ini, di saat semuanya serba tidak mungkin.”
            “Kenapa harus menyesal. Harusnya kamu mampu bersyukur seandainya saja kamu bisa mengambil pelajaran dari apa yang kamu alami. Karena semua ini adalah jalan Tuhan. Malah kamu harus bangga ternyata masih ada yang suka sama kamu.” Jawabku sembari tersenyum.
            “Apakah aku harus lari meninggalkannya.”
            “Tak perlu, biarlah Tuhan yang tentukan semuanya. Kalau memang yang terbaik untukmu tentulah Tuhan akan berikan padamu dengan segala keburukan dibalik kebaikanmu, kekuranganmu disamping kelebihanmu.”
Sedikit wajah cerah dia tampakkan padaku. Senyumnya pun mengembang dari wajahnya teriring anggukan kepalanya tanda setuju atas apa yang mampu aku berikan sebagai seorang sahabat. Sebaliknya kebahagiaanpun terpancar dari hatiku karena aku mampu mencoba memberikan yang terbaik untuk kebaikan semua.
            Hari-haripun terus bergulir seperti biasanya, wajar sebagaimana matahari mengganti malam dan malampun datang menenggelamkan matahari. Kesibukanlah yang membuat kami terpisah untuk sementara waktu. Tak ada istimewanya dengan hari-hari yang aku jalani. Aku pun tak pernah lagi menerima kabar darinya bulan-bulan terakhir ini.
            Tiba-tiba handphone bergetar di balik saku celanaku, lalu dengan segera aku angkat yang tak aku sangka ternyata sahabatku yang tengah menungguku menjawab panggilan teleponnya.
            “Hallo.”
            “Ya, hallo. Bagaimana kabarnya sekarang?
            “Baik. Kamu sendiri bagaimana kabarnya, juga bagaimana kabar keluargamu?”
            “Alhamdulillah. Semua dalam keadaan baik.”
            “Lama tidak pernah beri kabar, ada apa ?”
            “Tidak ada, semuanya baik-baik saja seperti sediakala.”
            Kami pun mulai terhanyut dalam pembicaraan. Pembicaraan tentang segala hal, tentang keluarga, tentang pekerjaan, tentang kesibukan-kesibukan kita, tentang apa yang tengah terjadi diantara kita berdua. Hingga akhirnya detik demi detik pun berlalu menjadi menit hingga tak terasa sudah hampir satu jam kami berbincang, bercanda, sebagai dua orang sahabat yang lama tak pernah berjumpa. Akhirnya aku coba bertanya keadaannya tentang apa yang dulu pernah  terjadi padanya dengan seseorang yang pernah mengisi perasaannya dan hatinya.
            “Lalu bagaimana kabar gadis yang dulu pernah kamu suka?” Tanyaku
            “Semua baik-baik saja,” jawabnya singkat.
            “Maksudnya ?”
            “Seperti yang kamu bilang dahulu kalau semua biarlah waktu yang kan menjawab. Aku pun sudah berdoa, aku yakin Allah SWT akan berikan yang terbaik untuk ku dan keluargaku. Seandainya memang dia milikku aku yakin dia akan datang padaku bagaimana pun keadaanku dan begitu juga dengan keluargaku mau menerimanya dengan pertimbangan demi kebaikan semuanya. Akupun tak pernah ada sedikitpun niat untuk merusak bahtera rumah tangga yang  telah terjalin selama ini. Aku ingin semua terjalin karena cinta sehingga terajut menjadi kain yang mampu menghangatkan jiwa-jiwa kami di kala dingin, bukan karena nafsu yang dapat merobek dinding hati yang hanya akan melahirkan amarah, dendam, dan nestapa. Aku juga tak ingin menyakiti hati siapa pun.”
            “Luar biasa, ternyata kamu mampu mengambil pelajaran dari semua yang telah terjadi pada dirimu selama ini, lalu kamu sekarang melupakannya.”
            “Tidak ! sekalipun tidak karena dia pernah menjadi sumber inspirasiku, dia menjadi pelajaran berharga tentang arti sebuah kesetiaan dan perasaan bagaimana berbagi hati. Dia juga pernah menjadi mimpi indah bagiku dan dia yang tinggikan semangatku untuk kembali.” Jawabnya tegas.
            “Baiklah kalau begitu, jadi semua masalah telah selesai karena  kamu telah mampu mengambil pelajaran dan mendapatkan jawaban dengan apa yang terjadi padamu.”
            Kami pun kembali berbincang tentang segala hal sebelum akhirnya hingga kami pun kami harus menutup telepon kami masing-masing karena batasan waktu kami yang tak lagi memungkinkan. Sebelum berpisah kami sempat berjanji untuk saling menghubungi bagaimana pun keadaan kita nanti.

 Persembahan manis untuk :  
Ummi Azizah
      


           

Tidak ada komentar:

Posting Komentar